Riview Book Report Filsafat Pendidikan


FILSAFAT PENDIDIKAN
(Review Book Report)





Oleh:
HERI SETIAWAN
2143151013


PRODI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016


.. 27

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang


Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang mulia, makhluk yang paling sempurna, dan manusia dibebaskan untuk memilih hitam atau putih yang jelas semua itu akan ada pertanggung jawabannya kelak, tentu semua tahu akan hal itu. Namun unuk menyadari itu semua tidak semudah yang kita pikirkan, melihat sejarah peradaban manusia dimana manusia masih belum mengenal agama, hukum, sosial, dll.  Tentu kehidupan manusia hanya berpatokan pada sebuah kebiasaan-kebiasaan yang sering mereka lakukan sehari-hari tanpa pernah menilik apakah itu benar atau salah, baik atau buruk untuk mereka. Seiring berkembangnya zaman seakan budaya nenek moyang itu telah menjadi hukum utama yang telah mendarah daging dan harus ditaati oleh beberapa masyarakat misalnya saja di Indonesia yang terdiri dari bermacam suku bangsa dan banyak pula adat budaya yang berlaku disetiap suku, maka sampai saat ini budaya-budaya nenek moyang itu masih terasa dikalangan masyarakat. Namun sejak mulai berkembangnya agama, dan orang-orang mulai meragukan budaya yang aneh menurut nalar mereka, membuat manusia semakin berfikir dan mulai meninggalkan apa yang selama ini mereka lakukan.
Maka dengan adanya keraguan itu dan kesadaran inilah, muncul yang namanya ilmu filsafat. Bagaiman manusia mulai berfikir kritis terhadap hukum-hukum baik itu dalah mitos atau mite dan juga keadilan dari sebuah sejarah, hingga beberapa kalangan yang mulai sadar akan kebohongan yang selama ini dilakukan oleh para elit global, yang mulai sejak pendidikan sekolah dasar manusia didoktrin dengan sistem pemikiran mereka yang begitu apik, dan terorganisir sejak hampir 500 tahun lamanya, demi tercapainya suatu tujuan yang menguntungkan mereka para kalngan 1% elit itu, serta para pemimpin-pemimpin boneka, yang hanya menang karena mendapatkan kepercayaan dari rakyat lalu menghianatinya, para tenaga pendidik yang juga termasuk kedalam sistem yang sudah diatur itu, berdasarkan permasalahan yang sudah menjamur inilah diperlukan pengajaran tentang filsafat yang artinya cinta kepada sebuah kebijaksanaan, banyak sejarah yang  mencatat pendapat para ahli-ahli tentang filsafat.











BAB II

DESKRIPSI


            Buku yang berjudul Filsafat Pendidikan karya Dr. Edward Purba, MA dan
Prof. Dr. Yusnadi, MS secara garis besar dibagi atas 5 BAB yaitu :
1. BAB I                        Pengertian Filsafat dan Filsafat Pendidikan
2. BAB II           Filsafat Pendidikan
3. BAB III         Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
4. BAB IV         Filsafat Pendidikan Pancasila
5. BAB V           Hakekat Ilmu Pendidikan


1. PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN (BAB I)


A. Pengertian Filsafat
            Hampir semua pendapat para filsuf berbeda, namun pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu, Philosophia. Yang terdiri dari dua suku kata Philen dan Sophia; Philen berarti cinta dan Sophia yang berarti bijaksana. Sehingga secara Etimologi filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan.
            Sedangkan pengertian terminologi ialah makna yang terkanding dari istilah filsafat itu sendiri. Banyak beberapa ahli seperti Plato, Aristoteles, Al faribi, Immanuel Kant, Langeveld, Hasbullah Bakry, N. Driyarkara, Notonagoro, Poedjawijatna, Harol Titus, Beck, Ali Mudhofir, dst. Didapat kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam, sampai padda hakikatnya dengan menggunakan akal dan pikiran.

1.    Tujuan dan Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan

a.    Tujuan
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena secara mendalam. Jadi dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan integral. Refleks berarti manusia menangkap objek dan hasilnya berupa nilai dan makna yang terungkap. Radikal berasal dari Radix (akar), filsafat berarti mencari ilmu pengetahuan sedalam-dalamnya. Integral berarti mempunyai kecendrungan memperoleh pengetahuan secara utuh atau keseluruhan.

b.    Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan
Yaitu, filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-proses dalam hubungan yang umum. Filafat merupakan hasil ketika dimana manusia mulai menyadari dan mengenali dirinya sebagai pemikir, menjadi pribadi yang berpikir kritis. Filsafat sebagai pengantar, pengiring, dan hati nurani manusia.

2.    Alasan Berfilsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yakni: keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.

a.    Keheranan
Para filsuf berpendapat keheranan adalah awal dari munculnya sebuah filsafat.

b.    Kesangsian
Augustinus (254 – 430 SM) dan Rene Descartes (1596 – 1650 M) berpendapat bahwa sumber utama pemikiran filsafat adalah kesangsian. Manusia heran, dan kemudian ragu-ragu apakah yang kita lihat itu benar atau sebagaimana adanya?
c.    Kesadaran akan Keterbatasan
Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas menyadari bahwa dirinya kecil dan lemah dibanding alam sekelilingnya. Dengan kesadaran akan keterbatasan manusia mulai berfilsafat bahwa diluar dirinya yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.

3.    Peranan Filsafat

Filsafat memiliki tiga peran utama, yakni: pendobrak, pembebas dan pembimbing.
a.    Pendobrak
Berabad-abad lamanya manusia terkurung oleh tradisi dan kebiasaan. Dimana manusia terkena mistis terhadap hal-hal yang sangat dirahasiakan oleh elit global. Manusia terbuai dengan sesuatu yang instan, tanpa ingin mencari persoalannya dan kebenaran, kesalahan, kebaikan atau keburukannya lebih lanjut. Dengan kehadiran filsafatlah yang nantinya berperan sebagai pedobrak gerbang penuh rahasia yang begiu sacral dan peraturan budaya yang wajib di patuhi.

b.    Pembebas
Filsafat juga memiliki peran membebaskan manusia dari belenggu dan kunkungan  pola pikir yang masih mistis dan mite dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Oleh karena iu filsafat akan terus membebaskan manusia dari pembodohan publik dan pembohongan publik yang saat ini sering kita lihat.

c.    Pembimbing
Filsafat sebagia pembimbing yang artinya bertanggungjawab agar manusia keluar dari kungkungan dan belenggu yang mempersempit akal budinya. Membimbing manusia dari cara berfikir mistis dan mite dengan mengubah pola pikir menjadi  berpikir secara rasional, memperluas dan me-universalkan pemikiran dengan berupaya untuk mencapai pola pikir radikal




B. Pengertian Filsafat Pendidikan

Pendidikan dapat juga diarikan sebagai suatu proses, yang merupakan usaha yang sadar dan bertanggung  jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan mengarahkan peserta didik  kepada problema yang mungkin akan menimbulkan pertanyaan pada pelaksanaannya. Menurut Mudyahardjo (2004, 5) dibedakan menjadi 2 yakni:

1.    Filsafat praktek pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

2.    Filsafat ilmu pendidikan yaitu analisis kritis dan komprehensif tentang pendidikan dan konsep-konsep psikologi pendidikan yang berkaitan dengan teori-teori belajar, pengukuran pendidikan, prosedur-prosedur sistematis tentang penyusunan kurikulum.

Sedangkan filsafat pendidikan sesuai dengan perannya adalah landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaandan pelaksanaan pendidikan. Kedua pengetahuan ini harus menjadi pengetahuan dasar bagi setiap pelaksana pendidikan.
            Dalam banyak hal pendidikan perlu berlandaskan pada konsep tertentu yang perumusannya diambil dari filsafat. Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan, yang terus berkembang secara dinamis.


 

B.     FILSAFAT PENDIDIKAN (BAB II)


A.  Filsafat Pendidikan Sebagai Sistem

Filsafat ditandai dengan pemunculan atau lahirnya teori-teori atau sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir besar seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karlmax, August Comte. Ada tiga cabang utama dalam filsafat yakni, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berasal dari kata ‘Onta yang berarti sesuatu yang nyata, sedangkan ‘Logos’ artinya Teori atau ilmu. Ontologi mempelajari tatanan dan struktur kenyataan dalam arti yang luas. Atas dasar pengertian inilah maka pandangan pendidikan terhadap ontologi adalah manusia, makhluk mulia, potensi, interaksi, budaya dan lingkungan. Epistemologi menyelidiki secara kritis hakikat, landasan, batas-batas, dan patokan keshahihan pengetahuan. Epistemologi pendidikan adalah untuk mencari sumber-sumber pengetahuan dan kebenaran dalam pelaksanaan pendidikan. Epistemologi dibedakan dalam dua aliran yakni, empirisme dan rasionalisme. Pengetahuan dan kebenaran dari empirisme dapat diperoleh melalui praktek pelaksanaan pendidikan selama ini. Sedang pengetahuan dan kebenaran yang bersumber dari rasionalisme ialah merupakan hasil dari perenungan dan pengkajian yang mendalam dari tokoh-tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantoro,Moh.Syafei, dan tokoh pendidikan lainnya. Landasan aksiologis dalam peraktek pelaksanaan pendidikan berdasarkan pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 45, yang mengatakan bahwa pendidikan bermaksud untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

B.    Substansi Filsafat Pendidikan

Kedudukan filsafat pendidikan adalah sebagai bagian dari fundasi-fundasi pendidikan. Pendidikan di Indonesia beraktualisasi yang berdasar pada praksis dan praktik. Praksis sebagai acuan yang dilaksanakan berdasarkan pada bentuk kebijakan dalam pelaksanakan pendidikan. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang pendidikan merupakan dasar dan landasan terhadap pelaksanaan pendidikan.
Roh dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 harus mendasari praksis dan praktik pendidikan. Dalam pembukaan UUD 1945 telah telah jelas arah dan tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuian pendidikan semakin di pertegas dan di perjelas substansi dan arahnya yakni menjadikan manusia yang cerdas, berbudi luhur, berakhlak mulia dan lainnya. Jadi, dalam hal ini patutlah bahwa filsafat pendidikan, praksis pendidikan, dan praktek pendidikan mengangkat topik tersebut sebagai substansi dan materi kajiannya.






C.  Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Dalam kaitan filafat dengan filsafat pendidikan, Hasan Langulung (dalam jalaludidn, 1997, 22) berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan. Filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sebab menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktifitas pengkajian yang secara teratur untuk menghasilkan pemikiran dan mendalam yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, dan mengharmoniskan dana merangkai nilai-nilai dan tujuan yang akan dicapai.


C.    3. ALIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN (BAB III)

A.    Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan.
            Berikut ini akan di uraikan berbagai aliran filsafat pendidikan yang didasarkan pada empat aliran pokok tentang realita dan fenomena yakni; idealism, realism, materialism dan pragmatisme, selain itu dijelaskan tentang pengkajian terhadap fenomena atau gejala dari eksistensi manusia dalam pengembangan hidup dan kehidupannya dalam alam dan lingkungannya yang tercakup dalam eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, esensialisme, dan rekonstruksionisme.

1.      Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit. Segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah aktivitas kejiwaan.
Prinsipnya aliran idealisme mendasari semua yang ada dan yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak memiliki batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dengan dunia idea dengan tuhan, arche sifatnya kekal dan sedikit un tidak mengalami.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih behargadan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia, roh, itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi deisebut dengan penjelmaan dari roh atau sukma.
Menurut paham idealisme, guru harus membimbing atau mendiskusikan  dengan peserta didik bukan prinsip-prinsip eksternal, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (bathin) yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik

2.      Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsof (1996:126) menarik garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monoisme  materialistik.
Definisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran suatu gagasan mengenai barang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang sesuatu itu.
Salah satu tokoh atau penganut realism yang sangat terkenal adalah Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa; pertama keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi, dan yang kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.
3.      Filsafat Pendidikan Materialisme

Aliran materialism adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme  (Poerwadarminta, 1984:638).
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar mengajar, merupakan kondisionisasi lingkungan, yakni perilaku akan dapat muncul dari diri peserta didik melalui pembiasaan, seperti misalnya percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan makanan dan air liur yang disertai dengan lonceng atau bell.

4.      Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Filsafat ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang sebenarnya adalah berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal dalam filsafat ini adalah  Charles Sandre Pierce (1839 – 1914), William James (1842 – 1910) Dan Jhon Dewey (1859 – 1952).
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.
Pendidikan menurut pandangan pragmatisme merupakan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding), melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu; yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut Jhon Dewey (Sadulloh. 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran, yakni:
a.       Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup
b.      Pendidikan sebagai pertumbuhan
c.       Pendidikan sebagai fungsi social


5.       Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Filsafat ini  memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi adalah cara manusia ada di dunia (Sadulloh. 2003).
Sikun pribadi. 1971 (Sadulloh. 2003), mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan pendidikan sangat berhubungan erat, karena kedua-duanya sama-sama membahas masalah yang sama yakni manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan.

6.      Filsafat Pendidikan Progresivisme

Menurut penganut aliran ini bahwa kehidupan manusia berkembang terus menerus dalam suatu arah yang positif.
Guru atau pendidik harus berperan sebagai pembimbing  dan fasilitator agar peserta didik terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal-hal yang penting bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.
Dapat dikatakan bahwa, pengalaman belajar memecahkan atau mengatasi permasalahan pada usia dini, merupakan persiapan dan sekaligus modal yang terbaik untuk hidup menghidupi kehidupan masa depan.

7.      Filsafat Pendidikan Perenialisme

Alirean ini berbeda dengan aliran progresivisme yang menekankan perubahan  dan sesuatu yang baru. Perenialisme mengemukakan bahwasituasi dunia saat ini penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian, juga ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural.
Perenialisme mengambil jalan regresif, karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasartingkah laku dan perbuatan zaman kuno dan abad pertengahan.

8.      Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat tersendiri, melainkan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme. Penganut paham ini berpendapat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan.
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh semangat dan motivasi dalam aktivitas pembelajaran.


9.      Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan. Tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman- pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Sekolah bukan hanya masyarakat dalam ukuran mikro (kecil). Sekolah haruslah mempelopori masyarakat ke arah masyarakat yang baru yang diinginkan.

Aliran-aliran filsafat yang dikemukakan di atas masih sangat perlu untuk di dalami dengan mengkritisi leteratur-leteratur yang sudah ada. Uraian tentang isi masing-masing aliran teersebut sebagian besar hanya yang berkaitan dengan teori dan praktek pelaksanaan pndidikan yang dikemukakan para penganut aliran atau faham tersebut. Tugas kita adalah untuk mendalami dan mengkritisi masing-masing aliran tersebut dalam praktek pelaksanaan dan kehidupan manusia dewasa ini.


D.    4. FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA (BAB IV)

A.    Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia, Masyarakat, Pendidikan dan Nilai

      Pancasila merupakan dasar dari pembentukan negara Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Bung Karno di dalam lahirnya Pancasila.
      Pancasila sebagai ideologi mempunyai otoritas unetuk mengatur dan mengarahkan setiap kegiatan yang dilakukan baik secara pribadi maupun kelompok untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yakni aman, nyaman, damai, sejahtera, dan bahagia.

1.      Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia

      Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan tuhan yang maha kuasa dan maha mulia yang dianugerahi kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial.
      Karenanya manusia harus saling bahu membahu untuk membangun masyarakat bangsa dan negara tanpa membedakan latar belakang suku, ras, status sosial ekonomi, daerah dan agama. Kesenjangan-kesenjangan yang terjadi harus diminimalisir atau bahkan harus dihilangkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini.
      Manusia Pancasila adalah manusia yang bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan dirinya sebagai individu dan perkembangan masyarakat (social) Indonesia. Manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dianugerahi kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang sepanjang hayat.

2.      Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Masyarakat

      Sesuai dengan keberagaman etnis dan budaya bangsa Indonesia, maka pendidikan adalah salah satu wahana penting untuk meningkatkan solidaeritas dan rasa nasionalisme tinggi bagi setiap warga Negara, masyarakat-bangsa dan Negara. Budaya etnis masing-masing suku atau etnis harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk diperkembangkan sebagai pasar modal dasar mengembangkan demokrasi atau sikap demokratis saling menghargai dan menghormati bagi setiap warga Negara.

3.      Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan

Masing- masing individu atau manusia dewasa adalah pendidik dan contoh bagi individu lainnya terutama bagi peserta didik yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, proses untuk menjadi. Dalam pendidikan berlangsung komunikasi jujur, terbuka, fungsional, dan produktif sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan. Pendidik harus memiliki kemampuan atau kompetensi untuk berkomunikasi.

4.      Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai

Pancasila adalah sumber nilai bagi pembangunan bangsa Indonesia. Pancasila menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa, sebagai landasan, arah, dan etos, serta sebagai moral pembangunan nasional.

B.     Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional

Dengan tidak adanya perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tetap memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan upaya sebagai langkah mencerdaskan kehiduoan bangsa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. 
Akan tetapi bila disimak pelaksanaan sistem pendidikan nasional masih belum sesuai dengan tuntunan yang diamanatkan dalam pembukaan serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Ujian Nasional hanya memfokuskan salah satu aspek kecerdasan saja yakni intelektual, kurang memperhatikan kecerdasan emosional dan spiritual. Demikian juga biaya pendidikan masih tetap relatif tinggi dan kurang dapat menjangkau setiap warga negara terutama yang berada di desa.
Sistem pendidikan selalu dalam proses pengembangan dengan paradigm-paradigma baru sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kemajuan zaman untuk mencapai masyarakat aman, amai, tenteram, toleran, saling mengasihi, sejahtera, makmur, dan berkeadilan.       


E.     5. HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN (BAB V)

                  A.    Hakekat Pendidikan
1.      Pengertian Pendidikan
Ada dua istilah dalam pendidikan secara etimologi, yakni: paedagogie dan paedagogiek. Paedogogiek berasal dari bahasa yunani, yaitu paedos (anak) dan agoge (memimpin). Paedogogiek atau ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedogogie artinya adalah pendidikan.
Menurut bahasa Belanda, Pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya memberi makan. Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalaj Education artinya the process of training and developing the knowledge, skill, mind, character, etc, by schooling; teaching; training. Menurut bahasa Jerman, pendidikan berasal dari kata Ziechung; artinya membawa keluar. Sedangkan menurut bahasa Romawi Kuno pendidikan ialah educare, artinya menarik keluar. Artinya setiap individu memiliki potensi yang dibawa sejak lahir, yang dapat dikembangkan.
Pendidikan haruslah berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subyektif, tetapi harus kedabang bilang bumi itu ga bulat lo dek, makanya orang itu pada protes kedua-duanya. Freire (2004) menyatakan pendidikan untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan (dominasi), pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan sosial budaya (social and cultural domestication).
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Bobot kedewasaan ini terungkap dalam kematangannya berpikir, berucap, berprilaku, dan membuat keputusan.
Selanjutnya, pendidikan harus didasarkan pada kasih sayang. Sumber daya manusia (SDM) yang telah memiliki keberdayaan tidak lepas dari manusia lainnya, selalu dijalin interaksi sosial dengan sesamanya dalam suasana kasih sayang. Dalam suasana demikian, individu terhadap individu lainnya dapat saling memberdayakan. Dalam proses pemberdayaan, peserta didik dididik dan dibimbing menjadi SDM yang memiliki visi, berpijak di atas realita, selalu berhadapan dengan orang lain, dan sebagai orang yang berani. Sebaliknya, ketakberdayaan individu dan atau kelompok yang terjadi karena kebodohan, kemiskinan, perbudakan, dan harga diri (rendah diri), harus ditembus melalui pendidikan sebagai perekayasaan manusia yang kegiatannya diarahkan pada pengembangan kreativitas, sadar IPTEK, setia kawan dan modern.
Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi menolong dan membantu dalam arti luas. Untuk memberi pemahaman akan hakekat dan pengertian pendidikan, ada beberapa pendapat dari para ahli:
·         KBBI
·         McLeod, 1989
·         Mudyahardjo2001:6
·         Muhibinsyah, 2003:10
·         Dictionary of Psychology, 1972
·         dan masih banyak lagi, tercantum di buku:58-59
Unsur-unsur pendidikan itu ada beberapa macam, yaitu:
Adanya bentuk penelitian; Adanya pelaku pendidikan; Adanya sasaran  pendidikan; Adanya seifat pelaksanaan pendidikan; dan Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2.      Tujuan Pendidikan
Rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia. Robert F. Mager menjelaskan ada 3 alasan pokok mengapa pendidik harus memerhatikan atau merumuskan tujuan pendidikannya.
pertama, dengan merumuskan tujuan pendidikan dengan jelas, maka pendidikan akan dapat memilih dan merancang bahan pembelajaran, alat dan metode yang digunakan dalam pembelajaran.
kedua, keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh pencapaian hasil sesuai dengan yang diharapkan.
ketiga, bila tujuan tidak dirumuskan, sudah tentu pendidik akan mengalami kesulitan dan bahkan tidak akan dapat mengorganisasikan  materi atau bahan pelajaran dan kegiatan-kegiayan serta usaha-usaha peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk itu, Jenis-jenis tujuan pendidikan dapat dibedakan menurut luas sempitnya isi tujuan itu yang sekaligus berkaitan dengan jauh dekat jarak waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hirarki Tujuan Pendidikan, yaitu:
·         Tujuan Pendidikan Nasional, tujuan ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh negara sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Th. 2003
·         Standar Kompetensi Lulusan. Tujuan ini merupakan tujuan masing-masing lembaga atau jenis dan tingkatan sekolah.
·         Kompetensi Inti, merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan Pengembangan Kompetensi Dasar.
·         Kompetensi Dasar, merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran, pengalaman belajar, atau mata pelajaran yang mengacu pada kompetensi inti.
·         Indikator, karena tujuan inilah yang langsung dimiliki peserta didik setelah selesai pembelajaran, maka perumusan tujuan ini harus jelas, spesifik, terukur, dan berupa hasil belajar, perilaku, atau performance peserta didik yang mencakup aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
3.      Pilar Pendidikan
UNESCO mengemukakan pendapat bahwa pendidikan disokong empat pilar yang disebut dengan empat pilar pendidikan, yakni:
·         Learning to know, pilar yang menuntut untuk mengetahui banyak hal yang sangat diperlukan dalam hidup dan kehidupan manusia.
·         Learning to Do, pilar yang menekankan pada akrivitas kemampuan untuk melakukan atau mengaktualisasikan dalam hidup dan kehidupannya.
·         Learning to Be, merupakan aktualisasi perwujudan dari aktivitas,
·         Learning to Live Together, merupakan pilar pendidikan mengacu pada pembinaan dan pembentukan kemampuan untuk menghidupi kehidupan bersama orang lain.
Dengan demikian pendidikan harus didasarkan pada cinta kasih, agar terbentuk pada diri individu cinta sesama, cia masyarakat, cinta bangsa dan negara sebagai modal dasar timbulnya dan berkembangnya pengabdian masing-masing warga negara.
4.      Aliran-Aliran Pendidikan
·         Nativisme (Schopenhauer-jerman)
manusia lahir dengan pemvawaan baik dan buruk. Perkembangan manusia ditentukan oleh beberapa faktor yang dibawa manusia sejak lahir. Sesuai hal itu aliran ini juga disebut aliran Pesimisme Paedagogies.

·         Naturalisme ( J. J. Rousseau-Perancis)
Semua adalah baik pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia. Artinya aliran iniberpendapat bahwa pendidikan hanya membiarkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan sendirinya sesuai dengan sendirinya sesuai dengan bawaannya; serahkanlah anak kepada alamnya. Aliran ini juga sering disebut negativisme.
·         Empirisme (Jhon Locke-Inggris)
Aliran ini berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa sama sekali ditentukan oleh lingkungannya.
·         Konbergensi (Wiliam Stern-Jerman)
Aliran berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Aktivitas atau interaksi individu dalam proses perkembangan tidak hanya ditentukan kuantitasnya melainkan justru ditentukan oleh intensitasnya.
Dapatlah disimpulkan bahwa jalan perkembangan manusia sedikit banyaknya ditentukan oleh pembawaan turun temurun, yang oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan tertentu, berkembang menjadi sifat-sifat atau karakteristik individu.
5.      Lingkungan Pendidikan
Sartain, ahli psikolog Amerika mengatakan bahwa lingkungan (environment) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processeskita kecuali gen-gen. Lingkungan pendidikan dibagi atas lingkungan yang bersifat sosial dan ada lingkungan bukan manusia atau alam, di antaranya, keadaan geografis, iklim, lapangan kehidupan, hasil-hasil budaya, dan peninggalan sejarah. Slanjutnya, Sartain mmbagi lingkungan itu menjadi tiga bagian (1) lingkungan alam atau luar; (2) lingkungan dalam; (3) lingkungan sosial. Sedangkan lingkungan manusia menurut Ki Hajar Dewantoro (tri pusat pendidikan) dapat dibagi 3, yaitu:
·         Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama, karena keluarga lah yang pertama menyambut kedatangan atau kelahiran anak dan merupakan buah kasih dari orang tua. Tentang pentingnya pendidikan keluarga dinyatakan oleh banyak ahli seperti Comenius, J. J. Rousseau, C.G. Salzmann, dan juga Pestalozzi.
Pendidikan yang diterima anak di dalam keluarga merupakan pendidikan informal dengan ciri-ciri melalui tauladan, suruhan, dan kebiasaan kebiasaan dalam pergaulan keluarga.
·         Lingkungan Sekolah
Perbedaan antara lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah dapat dilihat dari:
v  Lingkungan keluarga adalah lingkungan sewajarnya.
keluarga sudah sewajarnya memelihara dan membimbing anak dengan penuh kasih sayang. Sedangkan sekolah dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah semakin kompleks, sehingga keluarga tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya.
Guru sebagai pendidik di sekolah lain daripada orang tua. Orang tua menerima tugasnya sebagai pendidik adalah kodrat dari Tuhan, sedangkan guru menerima tugas dan kekuasaan sebagai pendidik adalah dari pemerintah atau negara ataupun masyarakat.
v  Perbedaan kedua adalah perbedaan suasana
Kehidupan dan peegaulan dalam keluarga lwbih terasa kebebasannya, karena anak-anak dalam melakukan aktivitasnya tidak terikat asal tetap dalam korido tatakrama dan sopan santun yang dipelihara di tengah-tengah keluarga. Sedangkan kehidupan dan pergaulan di sekolah sifatnya lebih formal. Di sekolah sudah ada aturan dan ketertiban dan setiap aktivitas.

v  Perbedaan ketiga adalah perbedaan tanggung jawab
Pada hakekatnya pendidikan anak adalah sepenuhnya tanggung jawab orang tua, karena tanggung jawab yang ada pada orang tua adalah kodrat Tuhan. Sekolah lebih menitikberatkan tanggung jawabnya pada pengembangan aspek intelektual dan keterampilan, yang walaupun tidak boleh mengabaikan aspek kepribadian atau afektif.

·         Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketuga dalam proses pembentukan kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan masyarakat akan memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam pendidikan anak, apabila diwujudkan dalam proses dan pola tepat. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat akan berfungsi sebagai pelengkap (complement), pengganti (subtitute), dan tambahan (suplement) terhadap pendidikan yang diberikan oleh lingkungan lain.
Dalam pendidikan masyarakat terdapat kegiatan seperti:
v  perkembangan rasa sosial dalam berkomunikasi
v  pembinaan sikap dan kerja sama dengan anggota masyarakat
v  pembinaan keterampilan dan kecakapan khusus yang belum dapat di sekolah.

B.     Pendidikan Karakter
UU No. 20 Th 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 3, menjelaskan bahwa pendidikan nasiomal berfusi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aqib dan Sujak menjelaskan bahwa berdasarkan beberapa penelitian di luar negeri bahwa kesuksesan seseorang tidak hanua ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill ) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (softs skill). Selanjutnya dinyatakan bahwa keberhasilan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.
Umumnya warga negara Indonesia memilik soft skill yang rendah. Perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat yang kurang mengindahkan kaidah-kaidah kemanusiaan dan hukim , bertindak dengan menghakimi sendiri bila ada pwrbuayan menyimpang di tengah-tengah masyarakat, melanggar aturan dan lainnya. Pengembangan dan pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh lembaga pendidikan, keluarga, sekolah, dan masyarakat.


1.      Pengertian Karakter
Pengertian karakter mempunyaiarti yang lebih tinggi daripada pendidikan moral, pendidikan moral berkaitan dengan baik dan burul atau benar salah, sedangkan pendidikan berkarakter berhubungan jauh lebih dari pada itu, yakni bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga seseorang bisa memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian komitmen untuk mewujudkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan KBBI karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang yang lain; tabiat; watak. Berkarakter berarti memiliki tabiat; memiliki kepribadian; memiliki watak. Orang yang berkarakter akan menunjukkan dalam hidupnya perbuatan yang bermaknadan bermanfaat pada sesamanya, lingkungannya, keluarganya, dan dirinya sendiri yang didasari olehkekuatan spiritualnya.
Karakter tidak lepas dari pengaruh lingkungan dan herditas. karakter adalah sebagai nilai dasar yang membangin pribadi seseorang, yang terbentuk melalui pengaruh hereditas atau turunan dan lingkungan, yang membedakan seseorang dengan orang lain yabg sifatnya khas dan unik dan diwujudkan melalui sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Pendidikan Karakter
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan menentukan dalam mencapai tujuan hidup, baik secara pribadi, kelompok masyarakat atau golingan dan bangsa. Aspek karakter harus dijiwai ke dalam pancasila secara utuh dan komprehensif. Muchlas  dan Hariyanto (2012:22-25) menjelaskan kelima pancasila sebagai payung terhadap setiap aspek karakter manusia Indonesia.
a.       Bangsa yang berketuhanan yang maha esa
b.      Bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab
c.       Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan Indonesia
d.      Bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia
e.       Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan
Membangun karakter merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dengan penuh kesadaran dan kemauan untuk belajar. Ada 3 komponen yg perlu diperhatikan dalam pendidikan berkarakter, yaitu (1) pengetahuan tentang moral, keputusan dan pemahaman diri; (2) perasaan tentang moral, meliputi kesadaran, empati, mencintai kebaikan, dan kontrol diri; (3) tindakan moral, yakni perpaduan dari pengetahuan tentang moral dan perasaan tentang moral yang diwujudkan dalam bentuk kompetensi, keinginan, dan kebiasaan. Karakter dikembangkan melalui tiga tahp, yaitu tahap pengetahuan (knowledge), perbuatan (acting), dan pembiasaan (habit). Karakter juga menjangkau pikiran (moral knowing), perasaan/penguatan emosi ( moral feeling), dan perbuatan moral (moral action).
Pembentukan karakter melalui proses pendidikan meliputi empat bagian yang harus diasah dalam kehidupan seseorang sebagai makhluk individu, yaitu (1) olah hati; (2) olah pikir; (3) Olah rasa dan karsa; (4) Olah raga. Karakter seseorang merupakan hasil dari pembinaan secara terpadu dari keempat bidang tersebut diwujudkan dalam berpikir dan bertindak dalam hidup dan kehidupan di antara individu dengan individu lainnya maupun dengan lingkungannya.

C.    Hakekat Manusia
1.      Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki ciri-ciri berbeda denhan makhluk lainnya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai polah, ulah, dan tingkah laku, banyak sekali dorongan keinginan dan nafsunya sehingga manusia perlu ada pengaturan hukum, tata tertib, dll.
2.      Pandangan Tentang Manusia
a.       manusia adalah makhluk berpikir (homo sapiens)
b.      Manusia adalah makhluk yang suka berbuat, suka menciptakan dan menghasilkan sesuatu (homo faber)
c.       Manusia adalah makhluk yang suka berkawan.
3.      Eksistensi manusia
a.       Manusia sebagai makhluk individu
Tidak ada seorangpun yang dilahirkan persis sama, walaupun pada anak kembar sekalipun. jadi dari lahir masing-masing sudah ada pembawaannya, tidak ada duanya.
b.      Manusia sebagai makhluk sosial
Anak menemukan akunya, membedakan antara akunya dan aku orang lain yang ada di sekitarnya dalam pergaulan
c.       manusia sebagai makhluk susila
Telah ditemukan bahwa manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Begitu pula dia dapat membedakan antara yang pantas dan tidak pantas
d.      Manusia sebagai makhluk religious
Sejak dahulu kala manusia percaya, bahwa di luar apa-apa yang dapat dijangkau melalui alat inderanya, di luar alam ini, ada kekuatan-kekuatan yang disebut termasuk yang supranatural
4.      Pengembangan Dimensi-Dimensi Manusia dalam Pendidikan
a.       Pengembangan diri sebagai makhluk individu
Pengembangan diri sebagai makhluk individu, berarti pendidikan membantu anak itu menjadi dirinya sendiri, dia dikembangkan menjadi suatu pribadi yang utuh karena tidak ada orang yang dilahirkan persis sama, setiap individu itu berbeda. Pengembangan individu berguna agar anak mempunyai kepribadian yang khas anak itu sendiri.
b.      Pengembangan manusia sebagai makhluk sosial
Untuk membimbing pertumbuhan anak-anak pada perkembangan sikap sosial, yang diperlukan juga untuk menjamin kemajuan masyarakat mereka memerlukan pendidikan, warisan sosial, warisan kebudayaan harus ditransmisikan sedemikian rupa sehingga merangsang perkembangan sosial anak yang sebaik-baiknya. Untuk sebagian tujuan pendidikan membantu perkembangan sosial anak agar ia mendapat tempat di masyarakat, mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dan bersosialisasi.
c.       Pengembangan manusia sebagai makhluk susila
Hanya manusia lah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-nilai di dalam kehidupannya sehingga manusia mampu menentukan tingkah laku dimana yang baik dan mana yang tidak baik. Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma dan nilai tertentu. Melalui pendidikan kita harus mampu membina manusia susila dan bermoral karena esensi daripada pendidikan itu adalah moral.
Pentingnya pengetahuan dan tingkah laku susila secara nyata di dalam masyarakat mempunyai dua alasan pokok, yaitu untuk kepentingan diri sendiri sebagai individu dan upaya kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat. 
d.      Pengembangan manusia sebagai makhluk religious
Pendidikan agama lebih dari pengkajian agama, yang dituju bukan lah hanya  agar peserta didik mampu berpikir dan berbicara tentang agama, melainkan agar mereka berpikir dan merasa secara keagamaan serta secara sepenuh hati taat melakukan ibadah agamanya.
Keempat dimensi ini hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan dan dilaksanakan melalui pendidikan, sehingga dapat disimpulkan tanpa pendidikan tidak dapat diakualisasikan keempat aspek eksistensi manusia di atas.

D.    Hakekat Masyarakat
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dan bahkan merupakan hasil dari proses penyelenggaraan pendidikan. Perubahan sosial ini dapat dilihat dalam buku hal. 96.
Dalam masyarakat Indonesia terdapat visi dan misi dimana untuk mewujudkan misi tersebut berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia yang demokratis, berakhlak mulia, dll.
Ada 2 hal penting untuk dikemukakan dalam pembangunan pendidikan, yaitu
·         lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai
·         prinsip-prinsip pengolaan pendidikan

E.     Hakekat Peserta Didik
Dalam proses pendidikan peserta didik bukan ,anusia dewasa dalam bentuk jasmani kecil, namun peserta didik memang manusia yang sedang mengalami masa pertumbbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Karena itu dalam praktek pelaksanaan pendidikan sebaiknya disadari setiap pelaksana pendidikan:
1.      peserta didik memiliki potensi dan kebutuhan
2.      peserta didik membutuhkan pembinaan individual serta perlakuan manusiawi
3.      peserta didik merupakan insan yang aktif menghadapi lingkunan hidupnya
4.      peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengam wawasan belajarnya sepanjamg hayat.

F.     Hakekat Guru atau Pendidik
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dirancang khusus untuk membantu keluarga membimbing dan mengembangkan kepribadian dan segala potensi yang dimiliki peserta didik, guru memiliki peranyang sangat penting. Adapun prinsip dosen dan guru menurut UU RI No 14 Th 2005:
a.       memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
b.      memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
c.       memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
d.      memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e.       memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofeionalan
f.       memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
g.      memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalam secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
h.      memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
i.        memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru
Jelasnya hak dan kewajiban guru sebagai tenaga pendidik telah dijamin dan diatur dalam UU. Selain itu ada juga hakekat guru sebagai tenaga pendidik, antara lain:
1.      Guru sebagai agen pembaharuan
2.      Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat
3.      Guru memiliki karakteristik unik dan berupaya memenuhi nilai-nilai masyarakat
4.      Sebagai fasilitator pembelajaran
5.      Guru bertanggung jawab atas tercapaimya hasil belajar peserta didik
6.      Guru kependidikan dituntut menjadi cintoh dalam pengelolaan proses belajar-mengajar
7.      Guru bertanggung jawab secara profesional untuk twrus menerus meningkatkan kemampuannya
8.      Guru menjunjung tinggi kode etik profesional

G.    Hakekat Pembelajaran
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Sadar atau tidak, kegiatan belajar sebenarnya telah dilakukan manusia sejak lahir untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perubahan pokok dalam aspek pendidikan adalah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), keterampilan (psikomotor). beberapa hal pokok dalam pembelajaran adalah
1.      belajar itu membawa perubahan 
2.      perubahan itu menimbulkan kecakapan baru
3.      perubahan terjadi karena berusaha sadar dengan sengaja

H.    Landasan-Landasan Pendidikan
Pendidikan dalam proses pelaksanaannya memiliki beberapa landasan diantaranya, yaitu:
1.      Landasan Agama
2.      Landasan Filsafat
3.      Landasan sosiologi
4.      Landasan Hukum
5.      Landasan Moral

I.       Asas-Asas Pendidikan
beberapa asas pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1.      Asas pendidikan Sepanjang hayat
2.      Asas Kasih Sayang
3.      Asas Demokrasi
4.      Asas keterbukaan dan transparansi
5.      Asas tanggung jawab
6.      Asas kualitas
7.      Panca darma Taman Siswa
8.      Dasar-dasar Pendidikan Mohammad Sjafei




BAB III

PENUTUP


A.    SIMPULAN
Filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, Philein (cinta) dan shopia (kebijaksanaan). Sehingga bisa disimpulkan Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena secara mendalam. Gejala-gejala ataupun fenomena yang dibahas dalam filsafat adalah hal yang umum.
Filsafat pendidikan terwujud dengan menarik garis linier antara filsafat dan pendidikan. Dalam hal ini, filsafat seolah-olah dijabarkan secara langung ke dalam pendidikan dengan maksud menghasilkan konsep pendidikan yang berasal dari satu cabang atau aliran filsafat. Artinya disini, filsafat didudukkan sebagai fundasi-fundasi pendidikan dalam jajaran ilmu pendidikan.
Dalam ilmu filsafat pendidikan di Indonesia terdiri atas beberapa aliran, diantaranya filsafat pendidikan idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, dan sebagainya.

B. SARAN

Setelah mempelajari filsafat pendidikan ini, pengetahuan yang bisa kita dapatkan. Untuk itu, ilmu filsafat yang dimana berisikan tentang pengertian, aliran filsafat dan juga hakekat pendidikan. Ilmu ini alangkah baik jika diterapkan dalam dunia nyata. Artinya, ilmu yang telah didapatan janganlah sekedar bacaan saja, namun dimengerti dan juga dipahami bagaimana cara pengaplikasiannya dalam kehidupan. Juga, dalam aliran-aliran filsafat pendidikan, kita mengetahui ragam pandangan ataupun gaya filsafat yang bisa diterapkan dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, penulis sampaikan tiadalah ilmu yang berguna selain ilmu yang diterapkan dan fungsikan dalam dunia nyata.





DAFTAR PUSTAKA

Purba, Edward. Yusnadi. 2016. “filsafat pendidikan”. Medan. Unimed Press. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP SEMINAR PROPOSAL

Makalah Kritik Seni

RPP Microteaching Seni Budaya Berkarya 3D